Artinya "Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang Kamiakan mengerjakan amal shaleh. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yakin [as-Sajdah/32:12] PENDAHULUAN Allâh Azza wa Jalla , Dzat Yang Maha Penyayang, kasih-sayang-Nya meliputi segala sesuatu. Di antara petunjuk akan kasih-sayang-Nya, Allâh Azza wa Jalla menciptakan alam semesta beserta isinya untuk kehidupan manusia, hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, Dan Sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, Dan Sesungguhnya (manusia) sangat bakhil karena Tafsiras-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H 7. "Dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya," yakni sesungguhnya manusia menyaksikan keengganannya menunaikan kewajiban dan keingkaran yang ia ketahui pada dirinya, ia tidak membantah dan tidak mengingkarinya: karena itu adalah sesuatu yang jelas. Sesungguhnyaberuntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (Asy-Sayms: 7-10) Sesungguhnya apapun yang kita lakukan di bumi ini, diperuntukkan bagi diri sendiri. Engkau tidak akan diberikan balasan, melainkan atas dasar amal perbuatanmu sendiri. Allah Ta'ala berfirman, qq7z. Azab orang serakah, foto UnsplashIslam sangat membenci sifat serakah, hingga dijelaskan dalam berbagai dalil bahwa ada berbagai azab orang serakah. Azab tersebut diberikan sebagai pelajaran bagi umat dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda"Tiga hal yang merupakan sumber segala dosa, hindarilah dan berhati-hatilah terhadap ketiganya. Hati-hati terhadap keangkuhan karena keangkuhan membuat Iblis enggan bersujud kepada Adam, dan hati-hatilah terhadap tamak serakah karena ketamakan mengantar Adam memakan buah terlarang, dan berhati-hatilah terhadap iri hati karena kedua anak Adam Qabil dan Habil salah seorang di antaranya membunuh saudaranya akibat dorongan iri hati," HR Ibnu Asakir melalui Ibnu Mas'ud.Melalui hadits tersebut, Rasulullah SAW mengingatkan kepada manusia akan bahaya dari sifat serakah. Serakah hanya akan membawa manusia pada kerugian di dunia dan Azab Orang Serakah menurut Islam?Menurut jurnal Al-Hikmah yang berjudul Tamak Dalam Perspektif Hadits yang ditulis oleh Muhyidin Tohir, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat serakah. Serakah maksudnya adalah sifat berlebih-lebihan dalam mencari berfirman dalam surat Al-Adiyat ayat 6-8,“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih pada Tuhan-Nya. Dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan sendiri keingkarannya. Dan sesungguhnya cintanya pada harta benar-benar berlebihan” Qs. Al-Adiyat 6-8Maka, apa saja jenis balasan yang akan Allah berikan kepada orang yang memiliki sifat serakah?1. Dicabutnya keberkahan hidupAzab orang serakah, foto PixabayHadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari menyebutkan,"Dari Abdan dari Abdullah dari Yúnus dari al-Zuhri dari Urwah ibn Zubair dan Said bin Musayyab bahwa Hákim ibn Hizám berkata saya meminta kepada Rasulullah Saw, lalu dia memberikan kepadaku, kemudian saya meminta lagi, lalu dia Rasulullah memberikan lagi, lalu saya meminta yang ketiga kalinya lalu dia memberiku lagi, kemudian dia bersabda ya Hakim, sesungguhnya harta ini adalah tanaman yang hijau Dan barang siapa yang mengambilnya dengan kedermawanan dan barang siapa yang mengambilnya dengan jiwa yang berlebih-lebihan tidak akan diberkahi oleh Allah Swt. seperti orang yang makan tetapi tidak kenyang, tangan di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Dan Hakim berkata wahai Rasulullah demi kamu yang diutus dengan benar. Saya tidak akan meminta setelah kamu sampai saya meninggalkan dunia. Dan hal itu terjadi sampai pemerintahan umar dia tidak meminta setelah Rasulullah sampai meninggal dunia." Hadits Riwayat BukhariMenurut hadits di atas, Allah SWT akan mencabut keberkahan akan harta yang dimiliki oleh orang-orang dengan sifat serakah. Ini merupakan balasan Allah SWT atas perbuatan dari hilangnya keberkahan harta dalam hadits di atas, yakni dicabutnya rasa cukup dalam hati seseorang. Mereka akan terus merasa kurang dengan harta yang mereka dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda“Andai kata manusia itu telah mempunyai harta benda sebanyak dua lembah, mereka masih ingin untuk mendapatkan satu lembah lagi. Tidak ada yang dapat mengisi perutnya sampai penuh melainkan hanya tanah maut atau kematian. Dan Allah menerima taubat orang yang telah bertaubat kepada-Nya." Hadits Riwayat MuslimMeskipun memberikan balasan yang teramat pedih kepada orang yang memiliki sifat serakah, Allah tetap memberikan peluang kepada mereka untuk Dicabutnya Ketenangan HidupDiriwayatkan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Ighatsatul Lahfan menjelaskan, “Pecinta dunia tidak akan terlepas dari tiga hal 1 Kesedihan kegelisahan yang terus-menerus, 2 Kecapekan kelelahan yang berkelanjutan, dan 3 Penyesalan yang tidak pernah berhenti,".Ketiga masalah tersebut sudah tentu tidak akan menghadirkan kebahagiaan dan ketenangan hidup. Ini juga merupakan balasan dari Allah SWT terhadap orang-orang yang memiliki sifat cinta akan dunia merupakan bagian dari fitrah manusia, agama Islam sendiri tetap memberikan batasan manusia dalam mencari harta dengan menanamkan sifat qana'ah merasa cukup dalam diri oleh Jabir ra, Rasulullah SAW bersabda"Berpeganglah kalian kepada sifat qana’ah, karena sesungguhnya qana’ah itu harta yang tak akan habis," Hadits Riwayat ThabraniOleh karenanya, janganlah berlebihan dalam mencari harta apalagi hingga membuat kita lalai akan kewajiban kepada Allah serakah sama dengan tamak?Apa itu serakah?Apakah Allah tidak menyukai sifat serakah? Surat Al Adiyat beserta Artinya, Tafsir dan Asbabun NuzulSurat Al Adiyat العاديات adalah surat ke-100 dalam Al Quran. Berikut ini terjemahan, asbabun nuzul, dan tafsir Surat Al ini terdiri dari 11 ayat. Termasuk Surat Makkiyah. Dinamakan surat Al Adiyat yang berarti kuda yang berlari kencang. Nama ini diambil dari ayat pertama yang Allah bersumpah dengannya. Surat ini tidak memiliki nama Al Adiyat dan ArtinyaBerikut ini Surat Al Adiyat dalam tulisan Arab, tulisan latin dan artinya dalam bahasa Indonesiaوَالْعَادِيَاتِ ضَبْحًا 1 فَالْمُورِيَاتِ قَدْحًا 2 فَالْمُغِيرَاتِ صُبْحًا 3 فَأَثَرْنَ بِهِ نَقْعًا 4 فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًا 5 إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ 6 وَإِنَّهُ عَلَى ذَلِكَ لَشَهِيدٌ 7 وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ 8 أَفَلَا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُورِ 9 وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ 10 إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَخَبِيرٌWal aadiyaati dlobhaa. Falmuuriyaati qodhaa. Falmughiirooti shubhaa. Fa atsarna bihii naq’aa. Fawasathna bihii jam’aa. Innal insaana lirobbihii lakanuud. Wa innahuu alaa dzaalika lasyahiid. Wa innahuu lihubbil khoiri lasyadiid. Afalaa ya’lamu idzaa bu’tsiro maafil qubuur. Wahushshila maa fish shuduur. Inna robbahum bihim yaumaidzil lakhobiirArtinyaDemi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah, dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan kuku kakinya, dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi, maka ia menerbangkan debu, dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh. sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan sendiri keingkarannya, dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta. Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada, sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan NuzulSebagian ulama berselisih apakah surat ini turun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah atau berpendapat surat ini Madaniyah, karena ada hadits yang diriwayatkan Bazzar, Ibnu Abi Hatim dan Hakim tentang asbabun nuzul ayat 1 Surat Al Adiyat. Dari Ibnu Abbas, ia berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengirim pasukan berkuda. Selama satu bulan tak ada kabar. Lantas turunlah Surat Al nuzul ini dicantumkan Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al secara urutan mushaf, ia merupakan surat ke-100. Yakni setelah Surat Al Zalzalah. Jika surat Al Zalzalah diakhiri dengan balasan atas setiap kebaikan dan keburukan, surat Al Adiyat menjelaskan apa yang mengantarkan pada amal-amal buruk Al Adiyat secara umum menggambarkan kerugian kebanyakan manusia pada hari terjadinya zalzalah kiamat. Yakni mereka yang ingkar kepada nikmat Allah, bakhil karena cinta dunia dan tidak mempersiapkan diri menghadapi Surat Al AdiyatTafsir surat Al Adiyat ini kami sarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, Tafsir Al Munir dan Tafsir Al Misbah. Ia bukan tafsir baru melainkan ringkasan kompilasi dari tafsir-tafsir tersebut. Juga ditambah dengan referensi lain seperti Awwal Marrah at-Tadabbar al-Qur’an dan Khawatir Qur’ Al Adiyat ayat 1وَالْعَادِيَاتِ ضَبْحًاDemi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah,Kata al adiyat العاديات berasal dari kata adaa – ya’duu عدا – يعدوا yang berarti jauh atau melampaui batas. Dari kata itu muncul berbagai derivasi namun tetap mengandung makna jauh. Misalnya aduw عدو yang artinya musuh. Bermusuhan karena jauhnya pula al aduw العدو yang artinya berlari cepat. Menempuh jarak jauh dalam waktu singkat. Ada pula udwaan عدوان yang artinya agresi. Karena yang melakukannya jauh dari kebenaran dan harfiah, kata al adiyat العاديات berarti yang berlari kencang. Kata ini tidak menjelaskan siapa pelakunya. Menurut jumhur ulama termasuk Ibnu Abbas, artinya adalah kuda yang berlari kencang. Namun menurut Ali bin Abu Thalib, al adiyat di ayat ini adalah unta. Ia berhujjah, pada Perang Badar, kaum muslimin mengendarai unta. Hanya ada dua ekor kuda yang dibawa yakni milik Az Zubair dan Al yang mayoritas mengartikan kuda berhujjah, sebab sifat-sifat dalam surat ini ada pada kuda, bukan unta. Mulai dari mengeluarkan dengusan nafas saat berlari, hingga mengeluarkan percikan api. Unta secepat apa pun larinya, ia tak bisa menghasilkan percikan dhabhan ضبحا berarti dengusan nafas saat berlari. Ibnu Abbas mengatakan, tidak ada binatang yang mengeluarkan dengusan nafas saat berlari kecuali kuda dan Katsir menjelaskan, dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengan menyebut kuda apabila dilarikan di jalan Allah, maka ia lari dengan kencang dan keluar suara dengus Al Adiyat ayat 2فَالْمُورِيَاتِ قَدْحًاdan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan kuku kakinya,Kata al muuriyaat الموريات menunjukkan pelaku yang menyalakan api. Dari kata waraa – waryan ورى – وريا atau wariya – yarii ور ي- يري yang artinya menyalakan api. Kata fa ف sebelum al muuriyaat menunjukkan bahwa nyala atau percikan api itu merupakan akibat dari berlari qadhan قدحا berasal dari kata qadaha قدح yang artinya mengeluarkan atau memercikkan. Baik air dari kolam, kuah dari mangkuk maupun api dari batu, ia disebut qadhan jika keluarnya sedikit. Karenanya ayat ini dipahami kuda yang berlari kencang hingga menimbulkan percikan api akibat gesekan kakinya dengan Katsir menafsirkan ayat ini “yakni suara detak teracaknya ketika menginjak batu-batuan, lalu keluarlah percikan api darinya.”Surat Al Adiyat ayat 3فَالْمُغِيرَاتِ صُبْحًاdan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi,Kata al mughiirat المغيرات merupakan bentuk jamak dari al mughiir المغير. Berasal dari kata aghaara أغار yang artinya bercepat-cepat melangkah. Dari situ kemudian makna umumnya menjadi serangan mendadak yang dilakukan dengan mengendarai shubhan صبحا artinya adalah waktu subuh. Menggambarkan serangan itu cepat dan mendadak waktunya.“Yaitu di waktu musuh sedang lengah, lalai atau mengantuk. Angkatan perang itu tiba-tiba datang laksana diturunkan dari langit,” kata Buya Hamka dalam Tafsir Al yang mengartikan al adiyat dengan unta, menafsirkan ayat ini sebagai berangkat di waktu Subuh dari Muzdalifah ke Mina. Namun pendapat ini tidak sekuat tafsir tentang kuda perang yang juga merupakan pendapat Ibnu Abbas, Mujahid dan Al Adiyat ayat 4فَأَثَرْنَ بِهِ نَقْعًاmaka ia menerbangkan debu,Ibnu Katsir menjelaskan, maknanya adalah tempat yang kuda-kuda dan unta-unta itu berada, baik dalam ibadah haji maupun dalam jihad, debu-debuh beterbangan Al Adiyat ayat 5فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًاdan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan jam’an جمعا digunakan dalam Al Quran untuk menunjuk kelompok besar dan selalu menduga akan mampu meraih kemenangan. Menurut Buya Hamka, artinya adalah kumpulan mufassir menjelaskan, lima ayat yang dimulai dengan sumpah Allah ini menggambarkan cepatnya kedatangan kiamat. Laksana serangan mendadak pasukan berkuda di pagi hari pada zaman Adil Muhammad Khalil menjelaskan, sumpah Allah dengan kuda perang dalam lima ayat ini untuk menunjukkan bahwa kuda melakukan itu semua meskipun dengan terengah-engah demi memenuhi kehendak tuannya. Lalu mengapa manusia justru ingkar kepada Allah dan tidak melakukan apa yang diperintahkan demi mendapat ridha-Nya?Surat Al Adiyat ayat 6إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌSesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya,Kata kanuud كنود merupakan bentuk superlatif dari kata kanada كند yang artinya tandus. Bentuk superlatif ini menggambarkan betapa besar kekufuran dan keingkaran manusia sehingga tidak mau memberikan bantuan sekecil apa Hamka mengatakan, arti kanuud adalah tidak berterima kasih, melupakan jasa. “Berapapun nikmat diberikan Allah, ia tidak merasa puas dengan yang telah ada itu bahkan minta tambah lagi. Nafsunya tidak pernah merasa cukup dan kenyang; yang ada tidak disyukurinya, yang datang terlebih dahulu dilupakannya.”Ibnu Katsir menafsirkan, sesungguhnya manusia itu benar-benar mengingkari nikmat-nikmat Al Adiyat ayat 7وَإِنَّهُ عَلَى ذَلِكَ لَشَهِيدٌdan sesungguhnya manusia itu menyaksikan sendiri keingkarannya,Kata syahiid شهيد berasal dari syahida شهد yang artinya menyaksikan. Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, sesungguhnya manusia itu benar-benar menyaksikan sendiri mengakui keingkaran dirinya melalui sepak terjangnya. Terlihat jelas dari ucapan dan Al Adiyat ayat 8وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌdan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada al khair الخير juga punya arti kebaikan. Namun di ayat ini, artinya adalah harta benda. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menegaskan makna ini sebagaimana firman Allah pada Surat Al Baqarah ayat عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَDiwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan tanda-tanda maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. QS. Al Baqarah 180Kata syadiid شديد berasal dari kata syadda شدّ yang bisa berarti menguatkan ikatan. Karena ikatannya dengan harta sangat kuat, ia enggan untuk melepaskannya. Ia menjadi sangat dua penafsiran ayat ini. Pertama, sesungguhny manusia itu sangat mencintai harta. Kedua, sesungguhnya karena kecintaannya kepada harta membuatnya jadi kikir. Ibnu Katsir membenarkan kedua penafsiran Al Adiyat ayat 9أَفَلَا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُورِMaka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur,Kata bu’tsira القارعة awalnya bermakna membolak-balik sesuatu. Kata ini memberi kesan kegelisahan dan ketergesaan. Misalnya membolak-balikkan lemari karena mencari sesuatu. Dalam kubur nanti, dicari dan dibongkar dengan ketergesaan hingga gelisahlah isi hati yang Ibnu Katsir, maknanya adalah dikeluarkannya orang-orang yang telah mati dari dalam kuburnya. Az Zuhaili juga menafsirkan, orang-orang yang di dalam kubur akan dibangkitkan. Begitu pula Sayyid Qutb dan Buya Al Adiyat ayat 10وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِdan dilahirkan apa yang ada di dalam dada,Kata hushshila حصل memiliki arti memisahkan, mengemukakan atau menghimpun. Kata ash shuduur الصدور merupakan bentuk jamak dari ash shadr الصدر yang artinya dada. Maknanya adalah hati Ibnu Abbas, maknanya adalah apabila dilahirkan dan ditampakkan apa yang selama itu mereka sembunyikan dalam Al Adiyat ayat 11إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَخَبِيرٌsesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan khabir خبير berasal dari khabar خبر yang artinya pencarian untuk mencapai pengetahuan yang pasti tentang hakikat sesuatu. Jika dipakai sebagai sifat Allah, ia mengandung arti pengetahuan-Nya menyangkut hal-hal yang detil serta tersembunyi, betatapun kecilnya sesuatu dan betapapun tersembunyi, pasti diketahui Tafsir Surat Al AdiyatSurat Al Adiyat ini diawali dengan sumpah Allah. Dia bersumpah dengan kuda perang yang lari kencang tengerah-engah hingga memercikkan api saat kakinya bergesekan dengan batu. Semua itu rela dilakukan kuda demi memenuhi kehendak tuannya. Mengingatkan manusia, mengapa justru mereka ingkar kepada nikmat-nikmat Allah. Mengapa tidak seperti kuda yang siap dikendalikan ke medan perang kapan manusia diingatkan agar tidak mencintai dunia yang membuat bakhil. Sementara nanti ketika dibangkitkan dari kubur, harta dunia yang dulu dicintainya itu tak memberi manfaat apa-apa. Pada saat itu, ditampakkan segala yang tersembunyi dalam hati. Termasuk betapa besar cintanya kepada dunia. Termasuk betapa besar diingatkan hari kebangkitan; ada hisab, ada balasan. Dan Allah Maha Mengetahui serta tak ada yang tersembunyi dari-Nya meskipun dirahasiakan rapat-rapat dalam Surat Al Adiyat mulai dari terjemahan hingga tafsirnya. Semoga kita diselamatkan Allah dari cinta dunia dan kebakhilan. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah] Tafsir Surat Al Adiyat Surat Al Adiyat ayat 1 Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah, Kata al adiyat berasal dari kata adaa – ya’duu yang berarti jauh atau melampaui batas. Dari kata itu muncul berbagai derivasi namun tetap mengandung makna jauh. Misalnya aduw yang artinya musuh. Bermusuhan karena jauhnya hati. Ada pula al aduw yang artinya berlari cepat. Menempuh jarak jauh dalam waktu singkat. Ada pula udwaan yang artinya agresi. Karena yang melakukannya jauh dari kebenaran dan keadilan. Secara harfiah, kata al adiyat berarti yang berlari kencang. Kata ini tidak menjelaskan siapa pelakunya. Menurut jumhur ulama termasuk Ibnu Abbas, artinya adalah kuda yang berlari kencang. Namun menurut Ali bin Abu Thalib, al adiyat di ayat ini adalah unta. Ia berhujjah, pada Perang Badar, kaum muslimin mengendarai unta. Hanya ada dua ekor kuda yang dibawa yakni milik Az Zubair dan Al Miqdad. Sementara yang mayoritas mengartikan kuda berhujjah, sebab sifat-sifat dalam surat ini ada pada kuda, bukan unta. Mulai dari mengeluarkan dengusan nafas saat berlari, hingga mengeluarkan percikan api. Unta secepat apa pun larinya, ia tak bisa menghasilkan percikan api. Kata dhabhan berarti dengusan nafas saat berlari. Ibnu Abbas mengatakan, tidak ada binatang yang mengeluarkan dengusan nafas saat berlari kecuali kuda dan anjing. Ibnu Katsir menjelaskan, dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengan menyebut kuda apabila dilarikan di jalan Allah, maka ia lari dengan kencang dan keluar suara dengus nafasnya. Surat Al Adiyat ayat 2 dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan kuku kakinya, Kata al muuriyaat menunjukkan pelaku yang menyalakan api. Dari kata waraa-waryan atau wariya-yarii yang artinya menyalakan api. Kata fa sebelum al muuriyaat menunjukkan bahwa nyala atau percikan api itu merupakan akibat dari berlari kencang. Kata qadhan berasal dari kata qadaha yang artinya mengeluarkan atau memercikkan. Baik air dari kolam, kuah dari mangkuk maupun api dari batu, ia disebut qadhan jika keluarnya sedikit. Karenanya ayat ini dipahami kuda yang berlari kencang hingga menimbulkan percikan api akibat gesekan kakinya dengan batu. Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini “ yakni suara detak teracaknya ketika menginjak batu-batuan, lalu keluarlah percikan api darinya.” Surat Al Adiyat ayat 3 dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi, Kata al mughiirat merupakan bentuk jamak dari al mughiir. Berasal dari kata aghaara yang artinya bercepat-cepat melangkah. Dari situ kemudian makna umumnya menjadi serangan mendadak yang dilakukan dengan mengendarai kuda. Kata shubhan artinya adalah waktu subuh. Menggambarkan serangan itu cepat dan mendadak waktunya. “ Yaitu di waktu musuh sedang lengah, lalai atau mengantuk. Angkatan perang itu tiba-tiba datang laksana diturunkan dari langit,” kata Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar. Orang yang mengartikan al adiyat dengan unta, menafsirkan ayat ini sebagai berangkat di waktu Subuh dari Muzdalifah ke Mina. Namun pendapat ini tidak sekuat tafsir tentang kuda perang yang juga merupakan pendapat Ibnu Abbas, Mujahid dan Qatadah. Surat Al Adiyat ayat 4 maka ia menerbangkan debu, Ibnu Katsir menjelaskan, maknanya adalah tempat yang kuda-kuda dan unta-unta itu berada, baik dalam ibadah haji maupun dalam jihad, debu-debuh beterbangan karenanya. Surat Al Adiyat ayat 5 dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh. Kata jam’an digunakan dalam Al Quran untuk menunjuk kelompok besar dan selalu menduga akan mampu meraih kemenangan. Menurut Buya Hamka, artinya adalah kumpulan musuh. Sebagian mufassir menjelaskan, lima ayat yang dimulai dengan sumpah Allah ini menggambarkan cepatnya kedatangan kiamat. Laksana serangan mendadak pasukan berkuda di pagi hari pada zaman dulu. Syaikh Adil Muhammad Khalil menjelaskan, sumpah Allah dengan kuda perang dalam lima ayat ini untuk menunjukkan bahwa kuda melakukan itu semua meskipun dengan terengah-engah demi memenuhi kehendak tuannya. Lalu mengapa manusia justru ingkar kepada Allah dan tidak melakukan apa yang diperintahkan demi mendapat ridha-Nya? Surat Al Adiyat ayat 6 Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, Kata kanuud merupakan bentuk superlatif dari kata kanada yang artinya tandus. Bentuk superlatif ini menggambarkan betapa besar kekufuran dan keingkaran manusia sehingga tidak mau memberikan bantuan sekecil apa pun. Buya Hamka mengatakan, arti kanuud adalah tidak berterima kasih, melupakan jasa. “ Berapapun nikmat diberikan Allah, ia tidak merasa puas dengan yang telah ada itu bahkan minta tambah lagi. Nafsunya tidak pernah merasa cukup dan kenyang; yang ada tidak disyukurinya, yang datang terlebih dahulu dilupakannya.” Ibnu Katsir menafsirkan, sesungguhnya manusia itu benar-benar mengingkari nikmat-nikmat Tuhannya. Surat Al Adiyat ayat 7 dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan sendiri keingkarannya, Kata syahiid berasal dari syahida yang artinya menyaksikan. Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, sesungguhnya manusia itu benar-benar menyaksikan sendiri mengakui keingkaran dirinya melalui sepak terjangnya. Terlihat jelas dari ucapan dan perbuatannya. Surat Al Adiyat ayat 8 dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta. Kata al khair juga punya arti kebaikan. Namun di ayat ini, artinya adalah harta benda. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menegaskan makna ini sebagaimana firman Allah pada Surat Al Baqarah ayat 180. Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan tanda-tanda maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. QS. Al Baqarah 180 Kata syadiid berasal dari kata syadda yang bisa berarti menguatkan ikatan. Karena ikatannya dengan harta sangat kuat, ia enggan untuk melepaskannya. Ia menjadi sangat bakhil. Ada dua penafsiran ayat ini. Pertama, sesungguhny manusia itu sangat mencintai harta. Kedua, sesungguhnya karena kecintaannya kepada harta membuatnya jadi kikir. Ibnu Katsir membenarkan kedua penafsiran ini. Surat Al Adiyat ayat 9 Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, Kata bu’tsira awalnya bermakna membolak-balik sesuatu. Kata ini memberi kesan kegelisahan dan ketergesaan. Misalnya membolak-balikkan lemari karena mencari sesuatu. Dalam kubur nanti, dicari dan dibongkar dengan ketergesaan hingga gelisahlah isi hati yang dibongkar. Menurut Ibnu Katsir, maknanya adalah dikeluarkannya orang-orang yang telah mati dari dalam kuburnya. Az Zuhaili juga menafsirkan, orang-orang yang di dalam kubur akan dibangkitkan. Begitu pula Sayyid Qutb dan Buya Hamka. Surat Al Adiyat ayat 10 dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada, Kata hushshila memiliki arti memisahkan, mengemukakan atau menghimpun. Kata ash shuduur merupakan bentuk jamak dari ash shadr yang artinya dada. Maknanya adalah hati manusia. Menurut Ibnu Abbas, maknanya adalah apabila dilahirkan dan ditampakkan apa yang selama itu mereka sembunyikan dalam hati. Surat Al Adiyat ayat 11 sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka. Kata khabir berasal dari khabar yang artinya pencarian untuk mencapai pengetahuan yang pasti tentang hakikat sesuatu. Jika dipakai sebagai sifat Allah, ia mengandung arti pengetahuan-Nya menyangkut hal-hal yang detil serta tersembunyi, betatapun kecilnya sesuatu dan betapapun tersembunyi, pasti diketahui Allah. Para ulama berselisih pendapat tentang status surat Al-Adiyat, apakah tergolong Makkiyah atau Madaniyah. Sebagian ulama menyatakan bahwa surat Al-Adiyat adalah Makkiyah berdasarkan topik pembahasan surat ini. Karena surat ini berisi tentang kondisi-kondisi hari kiamat dimana pada hari kiamat nanti Allah akan membongkar seluruh rahasia yang tersimpan dalam dada-dada manusia. Sedangkan telah dimaklumi bahwasanya surat-surat yang berbicara tentang hari kiamat pada umumnya adalah surat Makkiyah. Namun sebagian ulama yang lain menyatakan bahwasanya surat ini adalah surat Madaniyyah. Mereka berdalil bahwasanya Allah berbicara tentang peperangan pada surat ini, sebagaimana di awal-awal surat Allah bersumpah tentang kuda yang berlari kencang yang masuk dalam area peperangan. Sedangkan peperangan terjadi di saat Nabi sudah berpindah ke Madinah yaitu perang Badar. Adapun saat Nabi berada di Mekkah maka belum ada peperangan. Karena lemahnya kondisi yang dialami kaum muslimin saat di Mekkah. Disebutkan bahwasanya surat Al-Adiyat memiliki dua nama, yaitu surat Al-Aadiyat itu sendiri, dan surat wal aadiyati dhabha. Para ulama juga mencoba membahas keterkaitan antara surat Al-Adiyat dengan surat sebelumnya yaitu surat Az-Zalzalah. Pada surat Az-Zalzalah, di dalamnya berisi sebuah kaidah yang agung yaitu, “Barang siapa yang melakukan kebaikan sedikitpun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barang siapa yang melakukan keburukan sedikitpun, niscaya dia juga akan melihat balasannya.” Sedangkan pada surat Al-Adiyat Allah menjelaskan lebih khusus untuk orang yang melakukan keburukan. Karena topik utama Al-Adiyat berputar pada keadaan orang yang sangat cinta terhadap hartanya kemudian dia tidak bersyukur kepada Allah. Kemudian kenikmatan yang diberikan kepada dirinya tidak digunakan untuk semakin bersyukur, namun malah menjadi orang yang pelit. Sehingga Allah mengingatkan dia dan membongkar isi hatinya. Allah berfirman pada permulaan surat وَالْعَادِيَاتِ ضَبْحًا “Demi kuda perang yang berlari kencang terengah-engah” وَالْعَادِيَاتِ diambil dari kata العَدْوُ yang dalam bahasa Arab artinya berlari dengan cepat. Sedangkan ضَبْحًا dalam bahasa Arab adalah suara yang keluar dari seekor kuda yang terengah-engah ketika berlari. Sehingga secara bahasa, makna ayat tersebut adalah, “Demi yang berlari dengan cepat sambil terengah-engah.” Pada ayat ini Allah tidak menjelaskan tentang maushuf yang disifati yaitu siapa yang terengah-engah, akan tetapi tentang sifat-nya yaitu berlari kencang dengan terengah-engah. Karenanya apa yang dimaksudkan dengan yang berlari terengah-engah pada ayat ini diperselisihkan oleh para ulama, bahkan dari kalangan sahabat Nabi. Ibnu Abbas berpendapat bahwasanya makna الْعَادِيَاتِ adalah kuda, yang berlari dengan cepat dan terengah-engah dalam peperangan. Dan ini pendapat jumhur ahli tafsir karena ayat ini berkaitan dengan kuda dengan meninjau ayat-ayat selanjutnya yang semuanya berkaitan dengan sifat-sifat kuda. Adapun Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Mas’uud berpendapat bahwasanya makna الْعَادِيَاتِ adalah unta, yang berlari kencang untuk mengangkut para jamaah haji. lihat Tafsir al-Baghowi 8/505, Al-Muharror al-Wajiiz 5/513, dan dan Fathul Baari 8/728 Perselisihan seperti ini banyak terjadi di dalam tafsir, dan kebanyakannya adalah khilaf tanawwu’ yaitu perselisihan yang bervariasi dan tidak saling kontradiksi. Berbeda halnya dalam masalah fiqih dan amalan, kebanyakannya adalah khilaf tadhad yaitu perselisihan yang bertentangan. Karenanya sebagian ahli tafsir -seperti Ibnu Atiyyah rahimahullah- menganggap bahwa kedua tafsiran di atas benar, yaitu وَالْعَادِيَاتِ bisa ditafsirkan dengan kuda atau unta atau keduanya sekaligus lihat Al-Muharror al-Wajiiz 5/513 Kemudian Allah berfirman فَالْمُورِيَاتِ قَدْحًا “Dan kuda yang memercikkan bunga api dengan pukulan kuku kakinya” Seekor kuda yang berlari dengan cepat lalu kuku-kukunya mengenai batu menyebabkan suatu efek yang muncul yaitu keluarnya percikan-percikan api. Dan sifat seperti itu hanya muncul pada kuda, tidak pada unta. Adapun unta tatkala ia berjalan dengan cepat maka ia melontarkan batu dan kerikil sehingga saling berbenturan dan menimbulkan percikan api lihat al-Muharror al-Wajiiz 5/513 Kemudian Allah berfirman فَالْمُغِيرَاتِ صُبْحًا “Dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba pada waktu pagi” Pagi adalah waktu yang sangat tepat untuk menyerang. Saat itu musuh dalam keadaan lalai. Ditambah yang melakukan penyerangan adalah pasukan berkuda. Strategi ini sangat bermanfaat dalam perperangan. Adapun menurut tafsir Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Mas’ud maka maksud ayat ini adalah unta yang berjalan dengan cepat di pagi hari dari Mudzalifah menuju Mina. Sebagaimana yang telah dimaklumi bahwa seseorang yang sedang melakukan ibadah haji maka dia keluar dari Mudzalifah di waktu pagi hari. Setelah shalat Shubuh dia berdiam di Mudzalifah atau yang dikenal dengan Masy’aril haram sesaat untuk berdoa kepada Allah sampai matahari mulai menguning lalu berjalan menuju Mina. Dan demikianlah sunnah yang sepatutnya dihidupkan. Allah berfirman فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ “Maka apabila kamu bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram.” QS Al-Baqarah 198 Kemudian Allah berfirman فَأَثَرْنَ بِهِ نَقْعًا “Sehingga menerbangkan debu” Kuda-kuda yang masuk ke dalam medan peperangan dengan gerakan yang sangat cepat menyebabkan debu-debu itu beterbangan. Demikian unta-unta juga dalam gerakannya menimbulkan debu-debu yang beterbangan. Kemudian Allah berfirman فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًا “Lalu menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh” Artinya kuda tersebut mengantarkan pasukan masuk ke tengah-tengah barisan musuh dan bertempur dengan mereka. Adapun jika mengikuti penafsiran Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Mas’ud, maka unta itu masuk ke tengah جَمْعٌ jam’u, dan jam’u adalah salah satu nama dari Mudzalifah, tempat orang-orang berkumpul disitu. Nabi bersabda وَوَقَفْتُ هَاهُنَا وَجَمْعٌ كُلُّهَا مَوْقِفٌ “Dan aku wukuf pula di Muzdalifah, dan jam’u Muzdalifah seluruhnya adalah tempat wukuf.” HR Muslim Ayat-ayat ini berkaitan dengan sifat-sifat kuda perang. Allah bersumpah dengan sifat-sifat tersebut untuk menekankan bahwasanya manusia itu sifatnya ingkar. Kemudian Allah berfirman إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ “Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak bersyukur kepada Tuhannya” Sebagian ulama berusaha menjelaskan hubungan sumpah-sumpah tersebut yang menggunakan sifat-sifat kuda dengan sifat-sifat manusia yang ingkar. Mereka mengatakan bahwa Allah menginginkan agar manusia memperhatikan keadaan kuda yang memiliki sifat taat. Jika kuda tersebut diberi kenikmatan oleh tuannya maka dia akan berterima kasih kepada tuannya walaupun kenikmatan itu sedikit. Kuda-kuda tersebut dirawat, diberikan kandang sendiri, diberi makan dan minum oleh tuannya. Sehingga ketika tuannya memerintahkannya pergi berperang maka mereka patuh dan ikut pergi. Bahkan ketika dia harus masuk ke tengah-tengah pertempuran demi untuk mengantarkan tuannya menuju kemenangan maka dia akan melakukannya. Berbeda halnya dengan keadaan manusia yang bahkan diberi berbagai macam kenikmatan mereka tetap ingkar dan kufur terhadap Rabbnya yang memberikan kenikmatan. Al-Hasan al-Bashri berkata tentang ayat ini هُوَ الْكُفُورُ الَّذِي يَعُدُّ الْمَصَائِبَ، وَيَنْسَى نِعَمَ رَبِّهِ “الكَنُوْدُ adalah orang yang menghitung-hitung mengingat-ingat musibah dan melupakan kenikmatan dan anugrah dari Rabbnya” Tafsir At-Thobari 24/585 Al-Fudhoil bin Iyaad berkata الْكَنُودُ” الَّذِي أَنْسَتْهُ الْخَصْلَةُ، الْوَاحِدَةُ مِنَ الْإِسَاءَةِ الْخِصَالَ الْكَثِيرَةَ مِنَ الْإِحْسَانِ، وَ”الشَّكُورُ” الَّذِي أَنْسَتْهُ الْخَصْلَةُ الْوَاحِدَةُ مِنَ الْإِحْسَانِ الْخِصَالَ الْكَثِيرَةَ مِنَ الْإِسَاءَةِ “الكَنُوْدُ adalah orang satu sikap buruh saja maka telah menjadikannya melupakan kebaikan yang banyak. Dan الشَّكُورُ “yang pandai bersyukur/berterima kasih” adalah yang satu kebaikan membuatnya lupa dengan banyaknya keburukan” Tafsir al-Baghowi 8/509 Orang yang seperti ini kerjaannya selalu mengeluh. Ketika ia sakit seminggu saja maka iapun selalu mengeluh, ia lupa bahwa selama ini berbulan-bulan bahkan mungkin setahun ia telah diberi kenikmatan sehat oleh Allah. Sebagaimana juga seeorang yang diberi kesulitan ekonomi setahun lantas ia selalu mengeluh, dia lupa padahal selama ini bertahun-tahun lamanya Allah selalu memberikan kepadanya kelapangan ekonomi. Dalam sebagian pendapat disebutkan bahwa Nabi Ayub alaihis salam sakit selama 7 tahun, bahkan begitu parahnya sampai keluar ulat dari dagingnya. Akan tetapi beliau bersabar dan ketika ada orang yang berkata kepadanya, “Mintalah kesembuhan kepada Allah” maka Ayub alaihis salam berkata أَقَمْتُ فِي النَّعِيمِ سَبْعِينَ سَنَةً وَأُقِيمُ فِي الْبَلَاءِ سَبْعَ سِنِينَ وَحِينَئِذٍ أَسْأَلُهُ فَقَالَ” أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ” “Aku telah berada dalam kenikmatan dari Allah selama 70 tahun, dan sekarang aku berada dalam ujian selama 7 tahun, maka sekarang aku memohon kepada Allah “Ya Allah sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang” lihat Tafsir Al-Qurthubi 11/324 Kemudian Allah berfirman وَإِنَّهُ عَلَىٰ ذَٰلِكَ لَشَهِيدٌ “Dan sesungguhnya dia manusia menyaksikan mengakui keingkarannya” Para ulama terbagi menjadi dua pendapat tentang dhamir “kata ganti” هُ “dia” pada firmanNya وَإِنَّهُ “dan sesungguhnya dia” kembali kemana? Maksudnya siapa?. Sebagian ulama mengatakan kembali ke Allah, sehingga makna ayat menjadi, “Sesungguhnya Allah menyaksikan pengingkaran tersebut” yaitu Allah menyaksikan sikap-sikap mereka yang ingkar, tidak bersyukur, lalai beribadah. Dan ini adalah pendapat mayoritas ahli tafsir Sebagian ulama yang lain berpandangan bahwa dhamir “kata ganti” هُ pada وَإِنَّهُ kembali kepada manusia itu sendiri, sehingga makna ayat menjadi, “Sesungguhnya manusia itu tahu dan menyaksikan sendiri akan keingkarannya.” lihat Tafsir al-Baghowi 8/509 Persaksiaan tersebut kadang dalam bentuk perkataan kadang dalam bentuk perbuatan. Misalnya dengan perkataan yaitu seseorang yang apabila diberi nikmat oleh Allah, dia tidak mengucap kalimat syukur, sehingga menunjukkan dia ingkar kepada Allah. Contoh lain seperti seseorang yang apabila diberi nikmat dia justru menisbatkan nikmat tersebut kepada dirinya, seakan-akan dia sendiri yang mengusahakan datangnya nikmat tersebut. Sebagaimana yang terjadi pada Qarun. Ketika dia diberi harta yang banyak oleh Allah dia malah berkata قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَىٰ عِلْمٍ عِندِي ۚ “Dia Qarun berkata, Sesungguhnya aku diberi harta itu semata-mata karena ilmu yang ada padaku’.” QS Al-Qashash 78 Hendaknya seorang muslim apabila diberikan anugerah oleh Allah dia tidak bersombong lantas mengatakan bahwa itu semua adalah karena usahanya, kecerdasannya, berkat keahlian dan pengalamannya semata karena ini adalah bentuk tidak bersyukur kepada Allah. Tetapi hendaknya dia menyandarkannya kepada Allah. Persaksian tersebut kadang pula berbentuk perbuatan. Seperti apabila seseorang diberi kenikmatan, dia lantas menghabiskannya dalam kepentingan yang tidak bermanfaat dan melakukan hal yang sia-sia, atau bahkan dia habiskan untuk melakukan sesuatu yang haram. Kemudian ketika diberi kesulitan oleh Allah dia justru pergi ke kuburan dan meminta kepada penghuni kubur tersebut, bukan kepada Allah. Kemudian Allah berfirman وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ “Dan sesungguhnya cintanya kepada harta benar-benar berlebihan” Makna الْخَيْرِ pada ayat ini adalah harta. Secara bahasa الْخَيْرِ artinya kebaikan, harta dinamakan kebaikan karena demikianlah keadaan manusia, mereka menganggap bahwasanya harta adalah kebaikan. Padahal hakikatnya harta tidak selalu begitu, bisa jadi ia menjadi keburukan, jika harta tersebut tidak digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Ibnu Zaid berkata فَسَمَّاهُ اللَّهُ خَيْرًا، لِأَنَّ النَّاسَ يُسَمُّونَهُ خَيْرًا فِي الدُّنْيَا، وَعَسَى أَنْ يَكُونَ خَبِيثًا “Allah menamakan harta dengan خَيْرًا “kebaikan” karena manusia menamakan harta dengan demikian “kebaikan” di dunia, dan bisa jadi harta tersebut menjadi keburukan” Tafsir At-Thobari 24/589 Bahkan manusia menjadikan barometer untuk mengukur kemuliaan seseorang adalah dengan harta. Jika ada orang kaya raya maka ia pasti dihormati, karena menurut manusia harta adalah kebaikan. Padahal bisa jadi si kaya tersebut adalah orang yang terhina di sisi Allah jika ia menggunakan hartanya pada hal-hal yang haram. Allah juga mengungkapkan harta dengan kata الْخَيْرِ pada ayat yang lain seperti firman Allah كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ “Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang diantara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik, sebagai kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.” QS Al-Baqarah 180 Allah mengatakan bahwasanya manusia itu sangat cinta terhadap harta, dan demikianlah sifat dasar manusia. Hampir tidak ada diantara manusia yang tidak menyukai harta. Harta itu indah dan lezat, wajar jika manusia mencintainya. Karenanya kadang dijumpai sebagian manusia yang rela mengorbankan segalanya demi segepok uang, dia rela memperebutkan harta warisan, dia rela memutus silaturrahmi demi mengedepankan uang, bahkan ada yang rela menjual agamanya murtad demi harta. Nabi bersabda تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ، وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ، وَعَبْدُ الخَمِيصَةِ، إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ “Celakalah hamba dinar, hamba dirham, hamba khamisah yaitu kain yang halus dan mahal. Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah.” HR Bukhari no. 2887 Dimaklumi bahwa hidup di dunia ini tidak akan mungkin kecuali dengan adanya harta, dan manusia ketika berjalan menuju akhirat dia harus melewati dunia. Namun apabila harta telah menjadi puncak cita-cita dan tujuan utamanya maka pada saat itu manusia itu menjadi tercela. Oleh karena itu, Nabi selalu memohon kepada Allah agar tidak menjadikan dunia sebagai puncak tujuannya. Beliau bersabda وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا “Ya Allah, jangan Engkau jadikan dunia sebagai puncak cita-cita kami.” HR Tirmidzi no. 3502 Sebagian ulama menafsirkan ayat ini bahwa maksudnya adalah manusia itu sangat bakhil karena sangat cintanya ia terhadap hartanya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Allah berfirman dalam surat Al-Fajr ayat 17-20 كَلَّا ۖ بَل لَّا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ 17 وَلَا تَحَاضُّونَ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ 18 وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلًا لَّمًّا 19 وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا 20 “17 Sekali-kali tidak! Bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim; 18 Dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin; 19 Sedangkan kamu memakan harta warisan dengan cara mencampurbaurkan yang halal dan yang haram; 20 Dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.” QS Al-Fajr 17-20 Oleh karena itu, kecintaan terhadap harta yang sangat besar bisa membuat seseorang menjadi bakhil, apabila dia mengeluarkan harta dia akan merasa sangat berat. Bahkan tidak hanya seseorang itu bakhil terhadap orang lain sehingga apabila ada orang yang meminta kepadanya niscaya dia tidak akan memberikannya, tetapi ada juga orang yang bakhil terhadap dirinya sendiri. Orang seperti ini jika dia mempunyai harta maka demi kemaslahatan dirinya sendiri saja dia tidak rela mengorbankan hartanya. Jika dia membeli pakaian maka dia akan membeli pakaian yang murah, jika dia membeli kendaraan maka dia akan membeli kendaraan yang pas-pasan, padahal dia mampu dan dia butuh yang lebih dari itu. Sikap tersebut hanya akan membuat dirinya menderita, bahkan keluarganya terkena dampaknya padahal dia adalah orang yang kaya raya. Semua itu karena kebakhilan yang ada pada dirinya. Mencintai harta adalah sifat manusiawi, namun handaknya tidak berlebih-lebihan hingga menjadikannya sebagai tujuan utama. Benarlah perkataan sebagian orang, “Peganglah harta itu di tanganmu akan tetapi jangan masukkan ke dalam hatimu.” Kemudian Allah berfirman أَفَلَا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُورِ “Maka tidakkah dia mengetahui apabila apa yang di dalam kubur dikeluarkan” Pada ayat ini Allah tidak menyebutkan maf’ul bih obyek dari kata kerja يَعْلَمُ mengetahui. Salah satu diantara kaidah ilmu tafsir yaitu jika maf’ul bih dari suatu predikat tidak disebutkan padahal seharusnya ada maka menghasilkan faidah keumuman. Sehingga sebagian ahli tafsir memberikan penjelasan bahwa ayat ini kurang lebih bermakna, “Apakah dia tidak mengetahui segala perkara yang Allah bongkar pada hari kiamat yang membuat dia akan takut, ketika Allah membongkar kebakhilannya, pengingkarannya, kemaksiatannya, dan lain-lain.” Kemudian Allah berfirman وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ “Dan apa yang tersimpan di dalam dada dikeluarkan” Pada hari akhir nanti, seluruh yang tersimpan di dalam dada manusia semuanya akan dibongkar oleh Allah tanpa terkecuali. Sebagai contoh, orang yang beriman kepada hari akhir dia akan berhati-hati dari sifat pelit. Karena Nabi pernah bersabda وَلاَ يَجْتَمِعُ الشُّحُّ وَالإِيمَانُ فِي قَلْبِ عَبْدٍ أَبَدًا “Tidak akan berkumpul sifat kikir dan keimanan dalam hati seorang hamba selama-lamanya.” HR An-Nasa’i no. 3110 Dia mengetahui bahwasanya semakin pelit seseorang maka ada yang bermasalah pada imannya. Maka dia akan melatih dirinya untuk terus menerus berinfaq. Dia tahu bahwa apa yang dia infaqkan justru itulah tabungannya di akhirat. Dalam sebuah hadits tatkala disembelih seekor kambing kemudian Nabi shallallāhu alayhi wa sallam menyuruh istri-istrinya untuk membagikan daging kambing tersebut kepada orang lain. Maka setelah dibagikan daging kambing tersebut Nabi bertanya kepada Aisyah مَا بَقِيَ مِنْهَا قَالَتْ مَا بَقِيَ مِنْهَا إِلَّا كَتِفُهَا قَالَ بَقِيَ كُلُّهَا غَيْرَ كَتِفِهَا “Wahai Aisyah, bagian mana dari kambing tersebut yang masih tersisa?” Maka Aisyah berkata “Tidak ada yang tersisa kecuali hanya bagian pundak dari kambing.” Maka Nabi mengatakan “Seluruh kambing tersisa kecuali pundak yang tersisa.” HR. Tirmidzi no. 2470 Harta yang disumbangkan itulah yang bersisa di akhirat. Adapun harta yang tidak disumbangkan maka dia akan hilang tak bersisa, sirna bersama sirnanya dunia. Tidak akan ada harta sedikit pun yang dia bawa, dia akan dibangkitkan oleh Allah dalam keadaan tidak ada harta sama sekali. Jangankan harta yang banyak, sementara harta yang sangat sedikit yaitu baju untuk menutup tubuhnya ia tidak miliki, demikian sendal untuk digunakan kakinya iapun tidak memiliki. Nabi bersabda يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلاً بُهْمًا “Manusia akan dibangkitkan pada hari kiamat kelak dalam keadaan tidak memakai alas kaki, telanjang bulat, tidak dikhitan, tidak membawa apapun.” HR Muslim no. 5102 Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim tidak terperdaya oleh dunia, buat apa mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya jika tidak bisa merasakan kenikmatan kenikmatannya di akhirat. Kemudian Allah berfirman إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَخَبِيرٌ “Sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui terhadap keadaan mereka” خَبِيرٌ dalam bahasa Arab lebih spesifik daripada عَلِيْمٌ yang lebih umum maknanya. Karena خَبِيرٌ maknanya adalah benar-benar mengetahui secara detail, yaitu mengetahui perkara-perkara kecil dan pelik. Oleh karena itu, dapat dijumpai di dalam Al-Quran beberapa ayat yang menggunakan ungkapan خَبِيرٌ. Seperti firman Allah إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ ۖ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ “Jika kamu menampakkan sedekah-sedekahmu, maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu dan Allah akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” QS Al-Baqarah 271 Seperti dalam ayat di atas, Allah menggunakan خَبِيرٌ yang menunjukan Allah maha teliti, Allah mengetahui mana sedekahmu yang terang-terangan dan mana sedekahmu yang sembunyi-sembunyi yang tidak ada yang mengetahuinya melainkan Allah. Allah juga berfirman dalam ayat yang lain قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُوْنَ “Katakanlah kepada para lelaki yang beriman agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Mengetahui dengan apa yang mereka perbuat.” QS An-Nur 30 Seperti dalam ayat di atas, Allah menggunakan خَبِيرٌ yang ditujukan untuk orang-orang dengan pandangan matanya. Karena seseorang yang sedang melirik, maka orang lain tidak akan melihatnya. Akan tetapi Allah Maha Mengetahui apa yang dia perbuat, bahkan lirikan matanya yang sedikit. Demikian pula dalam ayat ini Allah menggunakan ungkapan خَبِيرٌ yang berkaitan dengan perkara-perkara detail yang rinci yang disembunyikan oleh manusia di dalam dada-dadanya, maka semuanya akan dibongkar oleh Allah dan Allah akan menampakkan itu semua pada hamba-hambanya pada hari kiamat kelak. فَلَمَّا أَنْجَاهُمْ إِذَا هُمْ يَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ ۗ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا بَغْيُكُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ ۖ مَتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ ثُمَّ إِلَيْنَا مَرْجِعُكُمْ فَنُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa alasan yang benar. Hai manusia, sesungguhnya bencana kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; hasil kezalimanmu itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Ingin rezeki berlimpah dengan berkah? Ketahui rahasianya dengan Klik disini! Tafsir Jalalayn Tafsir Quraish Shihab Diskusi Maha setelah Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kelaliman di muka bumi tanpa alasan yang benar mereka melakukan kemusyrikan. Hai manusia, sesungguhnya perbuatan kelewat batas kalian perbuatan kelaliman kalian akan menimpa diri kalian sendiri karena sesungguhnya yang menanggung dosanya adalah diri kalian sendiri hal itu hanyalah kenikmatan duniawi kalian bersenang-senang dengannya dalam waktu yang sedikit. Kemudian kepada Kamilah kembali kalian sesudah mati lalu Kami kabarkan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan maka Kami membalas kalian berdasarkannya. Menurut suatu qiraat lafal mataa'un dibaca nashab sehingga menjadi mataa'an, artinya kalian bersenang-senang. Lalu, ketika Dia menolong mereka dari kebinasaan yang hampir menimpa, mereka mengingkari janji dan kembali dengan cepat kepada kejahatan sebagaimana keadaan mereka semula. Wahai manusia yang mengingkari janji, sesungguhnya dampak buruk dari kejahatan dan kezaliman kalian akan kembali kepada kalian sendiri. Dan sesungguhnya kenikmatan yang kalian rasakan di dunia adalah kenikmatan duniawi yang fana. Kemudian kepada Allahlah, pada akhirnya, tempat kembali kalian. Dia akan memberikan balasan dari segala perbuatan yang telah kalian lakukan di dunia. Anda harus untuk dapat menambahkan tafsir Admin Submit 2015-04-01 021331 Link sumber Yaitu dengan berbuat syirk. Mereka lupa terhadap peristiwa itu dan doa yang mereka panjatkan kepada Allah saat itu serta janji yang mereka ungkapkan. Mereka lupa kepada semua itu dan berbuat syirk lagi kepada Allah. Yakni dosanya ditangung olehmu sendiri. Yakni hanya sebentar saja, yang sifatnya akan digambarkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala setelah ayat ini. Setelah kamu mati. Lalu Allah memberikan balasan terhadapnya. Dalam ayat ini terdapat peringatan yang dalam terhadap mereka jika tetap di atas perbuatan itu.

sesungguhnya manusia akan menyaksikan sendiri